Buku karya Robin Wijaya yang pertama kubaca. Ini buku sudah dibeli dari tahun 2016, waktu baru terbit sepertinya, soalnya waktu buka buku ini ada tanda tangan penulis *malah baru sadar.
Dulu waktu beli buku ini, sebetulnya karena jatuh cinta dengan sampulnya. Cantik banget, sweet, romantis. Pun judulnya sudah begitu memikat, "A moment to love you" ♡ Sayang sekali, buku ini jadi salah satu buku yang tertimbun di lemari. Wkwk.
Buku terbitan Gagas Media ini, bagus. Physically. Maksudnya, hurufnya bagus, enak untuk dibaca. Nggak terlalu besar atau terlalu kecil. Pokoknya pas aja gitu rasanya. Ukuran bukunya pun handy banget. Entah kenapa liat buku ini bawaanya udah berasa buku ini bakal sweet.
Baca awal bagian 1, buku ini berhasil membuatku tersenyum teringat diri sendiri. Cerita tentang si tokoh wanita, yaa.. typical wanita, jalan-jalan belanja berjam-jam, niatnya beli apa ujung-ujungnya yang dibawa pulang apa 😂 eh tapi bukan bagian ini sih yang penting. Wqwq.
"Seharusnya, kita selalu punya alasan untuk mengerti satu sama lain, kan?"
Intinya di bagian ini, yaa sudah tertulis di judul sih, tentang saat-saat mencintai seseorang, betapa menyesal dan rindu dengan ketidakberadaan seseorang yang biasanya selalu ada. Betapa pentingnya menjaga kepercayaan, saling mengerti. Ya untungnya di cerita ini berakhir indah 😅
"Semua yang selalu ia anggap lalu, terkadang punya nilai yang begitu besar. Cinta pun seperti itu."
Buku ini termasuk bacaan ringan, namun cukup bermakna. Mengingatkan kita agar selalu menghargai momen dengan orang terkasih. Tokoh-tokoh dalam buku ini memang saling berhubungan, namun cerita di tiap bagiannya tidak saling terkait. Tiap bagian menceritakan sepasang laki-laki dan perempuan dengan kisah cintanya masing-masing. Termasuk rasa cinta yang tumbuh dalam persahabatan laki-laki dan perempuan. Tokoh utama cerita pun dari berbagai usia, mulai dari remaja SMA sampai orang tua.
Kalau menurutku, cerita dalam buku ini sebetulnya kurang greget. Standar aja sih, cerita yang memang sudah sering ada di kehidupan sehari-hari. Ya itu tadi sih, ceritanya ringan.
Ada yang sedikit mengganggu ketika aku baca buku ini. Penempatan tanda baca seperti titik dan koma, juga pemenggalan kalimat. Simple memang, tapi buat yang peka kebahasaannya, ini bisa ngganjel banget 😅 Bisa membuat kenikmatan membaca jadi berkurang.
Oya, satu lagi catatan dariku. Ketika membaca cerita bagian empat, menurutku ceritanya agak melebar terlalu jauh dari tokoh utama yang dijadikan judul. Memang masih berhubungan, tapi di bagian empat ini lebih ke cerita tentang sebuah keluarga. Well, sebetulnya yang paling komplek ceritanya adalah bagian 4 ini. Malah buatku, ini bagus kalau dibuat jadi sebuah novel, dieksplore lebih jauh lagi tentang tokoh-tokohnya.
"Kita memang nggak sempurna. Hidup juga tidak sempurna. Jadi, kalau ada kesempatan yang baik untuk jadi yang terbaik bagi orang yang kita sayangi ... kapan pun, sekarang atau nanti, kenapa nggak diambil saja?"
Terus ini ada kesimpulanku.
Bagian 1, cocok buat dibaca oleh pasangan yang baru nikah gitu, masih dalam proses membangun rumah tangga.
Bagian 2, cocok buat dibaca para jomlo yang kesulitan membuka diri untuk cinta.
Bagian 3, lebih cocok dibaca remaja yang jatuh cinta sama sahabatnya sendiri 😆
Bagian 4, cocok buat yang suka cerita tentang keluarga dan cinta sejati.
Bagian 5, cocok buat yang lagi memendam perasaan cinta untuk seseorang 😆 alias cidaha, cinta dalam hati.
Last, kutipan dari bagian kelima buku ini:
"Ya, romantis tak harus selalu yang berbunga-bunga, bukan? Atau kata-kata puitis dan gombal yang bisa membuat kadar gula darah bertambah. Romantis hanya butuh waktu dan ruang bernama penerimaan. Apa jadinya kalau orang yang kita cintai bahkan tak bisa menerima kita?"
0 komentar:
Posting Komentar